Membahas sesuka gue dan semau gue, yang penting gaya dulu filosofi mah belakangan

Menyebut Dirinya Sebagai Dewasa

Salah satu kisah termahsyur dalam jagad hidup manusia adalah kisah hidup sang penemu cahaya di dalam ruangan alias lampu, Thomas Alfa Edison. Lahir di kawasan Ohio, Amerika Serikat, dengan segudang kisah inspiratifnya menjadikan salah satu penemu paling berpengaruh di dunia. Bagaimana tidak, sebagian hidupnya didedikasikan untuk orang banyak. Menciptakan sebuah lampu, siapa yang terpikirkan? Walau yang mendiang lakukan seringkali tidak berhasil, tapi tidak patah semangat. Pesan sakral nan religius dari seorang Thomas Alfa Edison mengatakan bahwa kejeniusan hanya mengandalkan seperseratus dari 99% keringat yang dikeluarkan. Motivasi menciptakan sebuah penerangan melalui cerita cerita yang dilahirkan, mampu membius semua orang, termasuk saya.

Berbicara soal motivasi, beberapa orang yang menanyakan kepada saya apa motivasi dalam hidup saya. Sederhana saja, kita melihat dari sudut pandang yang berbeda lalu menjadikan sebagai pecutan agar bisa menjadi lebih baik. Hidup adalah permainan, bagaimana kita mengubah persepsi orang lain disaat kita hanya sebagai pecundang (zero) menjadi seorang pemenang atau pahlawan (hero).


Kita terlalu sering mendengar banyak motivator memotivasi orang lain, tapi belum tentu sebaliknya. Inti dari motivasi sebenarnya adalah ada banyak jutaan alasan dalam hidup ini yang seharusnya membuat kita malu bila kita malas malasan terhadap belajar atau bekerja. Maka dari itu, saya mencoba mengambil kuliah sambil kerja. Alasannya? Motivasi. Hehehehehe ...

Selain itu, sudah 3 tahun saya masih berkutat dalam pekerjaan saya saat ini. Menjadi seorang admin dalam sebuah institusi negara dalam bidang telekomunikasi, suatu kebanggaan bila saya masih bertahan, bersyukur sekali masih diberikan pekerjaan seperti ini. Teman teman saya yang lain lebih banyak bekerja diluar area perkantoran. Setidaknya, saya memiliki alasan motivasi dalam hidup saya terutama agar selalu giat bekerja:

1. Menyadari kalau saat ini harga komiditi untuk kelengkapan saya dalam beraktifitas cukup tinggi, mengingat saat ini harga sandang, pangan, papan, colokan (?) dan wifi-an (??) diatas rata rata;
2. Menyadari kalau harga tanah dan properti naiknya gila gilaan, bisa dibayangkan rumah di Jakarta atau di kota-kota besar yang nanti saya tempati mencapai ratusan juta hingga miliaran;
3. Menyadari bahwa untuk menghidupi keluarga dan memiliki istri yang cantik dan berkualitas, saya harus hidup mapan;
4. Menyadari bahwa biaya persalinan cenderung mahal, belum lagi biaya ngidam istri saya kelak;
5. Menyadari kalau biaya sekolah dan pendidikan itu mahalnya tidak bisa diampuni. Bukannya saya tidak mempercayai sekolah negeri, namun saya memiliki planning untuk pendidikan anak saya kelak agar disekolahkan di tempat yang memadai dan nyaman bagi dia nantinya.

Seperti yang banyak orang lakukan, kita sering mengeluh terhadap suatu pekerjaan atau masalah yang kita hadapi. Menolak atau menjauhkan suatu perkara rasanya tidak menjadikan kita sebagai pemberani, justru menjadi pengecut. Yah pengecut, kata yang tepat bagi kita yang mencoba untuk tidak mau nyemplung dalam sebuah permasalahan yang ada di depan mata. Justru kalau tidak mau menjadi pengecut namun tidak berani menghadapi, bisa dikatakan dalam posisi mengeluh kesah.


Baiklah, coba pikirkan kembali. Apakah mengeluh dapat menyelesaikan masalah kita saat ini? Mengeluh dalam kondisi belajar misalnya, meanwhile masih banyak anak anak yang putus sekolah mencoba meraih cita cita walau hanya sebatas buku bacaan biasa semata. Mau mencoba mengeluh banyak sekali pekerjaan, meanwhile masih banyak sahabat atau orang orang yang jobless karena perusahannya pailit.

Lalu, mau mengeluh tidak banyak waktu untuk santai, di lain sisi masih ada orang orang yang berhari hari begadang dan berdedikasi untuk menyiapkan tender demi nama perusahannya.

Sebuah tamparan yang tidak mengenakkan untuk saya sendiri bila mengetahui kondisi orang lain yang dirasakan.

Pada akhirnya menyadari, mengeluh dalam sebuah ketidaknyamanan pribadi adalah hasil dari sifat egois dan sikap mengasihani diri sendiri. Mentalitas pada kekanak-kanakan yang menyebut dirinya sebagai dewasa.

POSTED BY Abitd Muhtadin
DISCUSSION 7 Comments

7 Responses to : Menyebut Dirinya Sebagai Dewasa

  1. Unknown says:

    Artikelnya bagus. Saya juga merasakan hal itu, tapi selalu sulit keluar dari situasi seorang pecundang , admin boleh tanya bagaimana caranya dari seorang pecundang ingin jadi seorang pemenang.

  2. Perbanyaklah berusaha dan berdoa, serta memikirkan ide ide baru untuk menciptakan sebuah peluang untuk menjadi seorang pemenang.

    Semangat broo :)

  3. untuk menjadi pemenang harus berani ngambil resiko dan cerdas memanfaatkan kesempatan.

  4. Beby says:

    Hahah.. Bener banget, internet dan wifi itu uda jadi kebutuhan primer :D

  5. Anonim says:

    Gausah sok nyeramahin org deh lo, bacot aja gedhe klakuan nol

Leave a Reply

kalo komentar boleh yg asem asem aja, kalo pedes udah bosen

Diberdayakan oleh Blogger.