Membahas sesuka gue dan semau gue, yang penting gaya dulu filosofi mah belakangan

Keep calm and support your local club

Beberapa orang mungkin bertanya kepada saya, lebih suka mana klub lokal atau klub luar negeri? Saya suka keduanya, bagaimanapun klub lokal punya kredibilitas yang sama dengan klub luar negeri. Pelajaran ketika menjadi fans setia adalah bagaimana menerima kondisi tim dari segi kekuatan maupun kelemahan.

Saya justru lebih menyukai fans suporter lokal yang memajang poster poster klub lokal di kamar mereka, karena pastinya mereka mempunyai nilai historikal tersendiri. Sebagai contoh fans viking atau bobotoh yang menyukai Persib Bandung, Aremania dan Aremanita untuk Arema Malang, Bonek (Bondo Nekat) untuk Persebaya dan lain sebagainya. Suporter lokal yang saya kenal adalah mereka datang ke stadion, membeli tiket (sebagian ada yang tidak membeli justru mengambil jalan pintas), masuk ke stadion, benyanyi dan meneriakkan chants kebanggaan mereka. Tidak hanya menjadi pemain ke 12 dalam sebuah tim, terkadang kita melihat juga rivalitas dari kedua suporter kesebelasan. Yaaa hampir sama dengan rivalitas suporter Manchester United dengan Chelsea laah.

Kebetulan saya berkesempatan untuk menonton secara langsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) antara Persija vs Arema beberapa waktu yang lalu. Dominasi warna orange mewarnai kerumunan di luar stadion sebelum pertandingan dimulai. Antara The Jakmania dan Aremania tidak ada permusuhan layaknya Aremania dengan Bonek Mania. Otomatis, saya memakai baju biru kebanggaan Arema dan bergabung dengan para Aremania yang ada disana. Selama saya disana, The Jakmania selalu ramah terhadap suporter tamu. Saya melihat warna kebanggaan The Jakmania, Oranye, menyatu dengan warna kebanggaan Aremania, biru tua (hampir sama warnanya dengan Persib, tapi sayapun tak berani memakai jersey Persib layaknya menyerahkan tubuh saya kepada macan yang sedang lapar).

Pada saat menonton secara langsung, saya melihat suporter Persija melakukan aksi koreografi yang memanjakan mata. Koreografi yang hampir sama dilakukan oleh suporter klub Borussia Dortmund saat menjamu Real Madrid di Signal Iduna Park pada semifinal UEFA Champions League tahun lalu. Meskipun hanya menampilkan tulisan 1928 yang merupakan tahun kelahiran tim Persija, tapi saya menikmati hiburan tersebut. Aremania selaku suporter tamu juga tidak mau kalah, mereka juga melakukan aksi “The Big Flag” ketika pertandingan kick off babak pertama dimulai. Selain itu ada sesi berbalas chants seperti berbalas pantun ala orang betawi. Membayangkan saya berada di tanah Istambul mendukung tim Galatasaray sambil bergoyang dan bernyanyi bersama.

Pertandingan Persija vs Arema saat itu memang sangat membosankan, Benny Dollo selaku pelatih kepala Persija melakukan strategi yang hampir sama dilakukan oleh Jose Mourinho, memarkir bus di SUGBK. Bagaimana tidak, hampir separuh babak saya menguap beberapa kali begitu juga teman saya yang sama sama mendukung Arema. Namun di babak kedua, penalti tercipta berkat insting dari pemain pengganti Arema, Dendi Santoso melakukan tusukan dari kiri pertahanan Persija. Pemain belakang Persija, Syahrizal melangggar Dendi di area terlarang. Protes pun tak dapat dihindari oleh pemain Persija, menikam wasit dengan serangkaian argumen argumen untuk mengelabuinya. Pada akhirnya, toh, Arema mendapatkan penalti yang dieksekusi dengan sangat baik oleh playmaker Gustavo Lopez. Gol tercipta di menit 65 melalui titik putih, dan seketika suporter tim tamu bersorak kegirangan layaknya anak kecil yang mendapatkan hadiah dari orang tuanya. Skor berubah menjadi 0-1 untuk keunggulan Arema hingga peluit sang hakim pertandingan dibunyikan.

Disaat pertandingan berakhir saya sempat bersalaman dengan suporter The Jakmania yang pulangnya searah dengan rumah saya. Dan lagi lagi mereka menyambut dengan senyuman walau hati mereka masih sedih seperti baru putus dari pacarnya. Ketika saya pulang, saya masih memikirkan bagaimana mereka masih mendukung tim lokal dalam negeri sebegitu fanatiknya.

Beberapa waktu yang lalu pula, para petinggi suporter klub The Jakmania dengan Viking melakukan aksi damai. Tapi sayang, justru keroco keroconya yang memilih melakukan anarkisme seolah olah mereka sedang berjihad atas nama tim mereka masing masing. Bodoh memang, tapi tidak bisa dipungkiri. Harusnya para petinggi suporter menaruh kata “respek” di setiap nyanyian mereka, mereka (oknum oknum yang gak punya urat malu) menodai sikap suporter yang masih dilabeli sebagai “suporter kampungan”. Butuh pendekatan memang, tapi tidak sulit. Membayangkan saja harusnya bisa dilakukan, tapi itu semua melalui sebuah proses.

Memang beberapa klub lokal juga banyak yang melakukan tindakkan pembunuhan mental pemain. Dimulai dari masalah gaji, seorang Diego Mandieta mungkin menjadi korbannya. Selain itu pula, seorang Bambang Pamungkas yang sangat loyal terhadap Persija, lebih memilih hengkang karena masalah yang sama.

Walau masih carut marutnya label sepakbola tanah air, saya tetap menjadikan klub sepakbola nasional sebagai ajang yang masih menarik perhatian. Dan saya percaya suatu saat nanti masyarakat akan tercengang melihat prestasi yang ditorehkan oleh klub sepakbola nasional. Proses dan dukungan wajib kita aminkan sebagai langkah terobosan yang mampu memberikan semangat dan motivasi di tengah kondisi permasalahan yang ada sampai saat ini.

Keep calm and support your local club.

POSTED BY Abitd Muhtadin
POSTED IN
DISCUSSION 2 Comments

2 Responses to : Keep calm and support your local club

  1. Ini dia nih yang gue demen, seburuk apapun kondisi sepak bola di negara ini, kalo bukan kita yang dukung? siapa lagi? sepak bola negara ini butuh dukungan untuk mendorong ke puncak kesuksesan, bukannya ditinggal dan ketika sukses baru menggandeng seakan sudah ikut membantu sampai puncak. Miris memang, melihat pemuda pemudi hanya ingin mendukung ketika menang saja.

    Oh ya, selain "suporter kampung" yang kadang bikin sesak nafas karena anarkis, ada cabe-cabean pula yang bikin sesak pemandangan. Lagi enak enak nonton eh cabe-cabean pada lewat... mondar-mandir kaya layangan singit, cuma supaya diliatin the Jak. Hadeeuuuh, pliiisss deh -_- nonton bola ke stadion cuma buat ngeceng, mending jualan aqua tuh cabe. Biar yang liat gak kepedesan :v

  2. Wah cabe cabean? Lumayan biar makin "hot" di bangku supporter. Hahahahaha

Leave a Reply

kalo komentar boleh yg asem asem aja, kalo pedes udah bosen

Diberdayakan oleh Blogger.